Kesusastraan Pada Era 2000-an
Sastra Angkatan 2000 atau sering disebut dengan sastra mutakhir (Dekade 90-an dan Angkatan 2000). Memasuki era Reformasi yang sangat anti KKN dan praktik otoriter, penuh kebebasan ekspresi dan pemikiran, mengandung renungan religiusitas dan nuansa-nuansa sufistik. Menampilkan euphoria menyuarakan hati nurani dan akal sehat untuk pencerahan kehidupan multidimensional. Pada masa angkatan 2000 ini banyak sekali muncul pengarang wanita. Mereka umumnya menulis dengan ungkapan perasaan dan pikiran yang tajam dan bebas. Ada di antara mereka yang sangat berani menampilkan nuansa-nuansa erotik, hal-hal yang sensual bahkan seksual, yang justru lebih berani dibandingkan para sastrawan seumumnya.
Adapun para sastrawati Angkatan 2000 antara lain: Ayu Utami, Jenar Mahesa Ayu, Fira Basuki, Herlinaties, Nukila Amal, Linda Kristianti, Ratih Kumala, Oka Rusmini, dan lain-lain.
Angkatan ini ditandai dengan perubahan millenium. Contoh Karya angkatan 2000 yang terkenal di kalangan anak milineal sekarang antara lain :
- Novel “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata
- Novel “Ayat-ayat Cinta” karya Habibburahman El-Shirazy
- dan “Negeri 5 Menara” karya Anwar Fuadi, juga termasuk karya sastra angkatan 2000.
Latar Belakang Lahirnya Angkatan 2000
Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki ‘Juru bicara’ . Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan 2000. Sebuah buku tebal yang diterbitkan oleh Gramedia Jakarta tahun 2002, seratus lebih penyaiir, cerpennis, novelis, esais dan kritikus sastra dimasukan Korrie ke dalam Angkatan 2000, termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak tahun 1980-an, seperti Afrisal Malna, Abmadun Yossi Herfanda dan Seno Gumira Ajidarma.
Ciri-ciri karya sastra angkatan 2000
1.Tema sosial-politik, romantik, masih mewarnai tema karya sastra.
2. Pilihan kata diambil dari bahasa sehari-hari yang disebut bahasa ‘kerakyatjelataan’.
3. Revolusi tipografi atau tata wajah yang bebas aturan dan cenderung ke puisi konkre.
4. Penggunaan estetika baru yang disebut “antromofisme” (gaya bahasa berupa penggantian tokoh manusia sebagai ‘aku lirik’ dengan benda-benda).
5. Karya-karyanya profetik (keagamaan/religius) dengan kecenderungan menciptakan penggambaran yang lebih konkret melalui alam.
6. Kritik social juga muncul lebih keras.
7. Banyak muncul kaum perempuan.
8. Disebut angkatan modern.
9. Karya sastra lebih marak lagi, termasuk adanya sastra koran, contohnya dalam H.U. Pikiran Rakyat.
10.Adanya sastra bertema gender, perkelaminan, seks, feminism.
11. Banyak muncul karya populer atau gampang dicerna, dipahami pembaca.
12. Muncul cyber sastra di Internet.
Kekurangan dan Kelebihan Sastra Angkatan 2000
Kelebihan karya sastra tahun 2000:
1. Pencerminan sebagai karya reformis dimana terjadi revolusi dalam bentuk.
2. Penggunaan tema yang beragam.
3. Kekuatan narasi yang lancar dan mengalir.
4. Banyaknya muncul karya sastra pembangun jiwa.
5. Kejadian menarik yang inspiratif banyak digunakan pengaran dalam menuliskan karyanya.
Kekurangan karya sastra tahun 2000:
1. Banyak munculnya sastra perkelaminan yang cenderung merusak moral bangsa.
2. Adanya lapisan sastrawan muda dengan ekspresinya yang menggebu-gebu barkata secara terbuka, bebas dan tidak terlalu memperhatikan nilai moral yang berkembang di masyarakat.
3. Beberapa sastrawan cenderung sekuler dan feminis dalam menuliskan karyanya.
Jenis-jenis sastra yang berkembang dalam angkatan 2000
Karya sastra tidak terlepas dari perkembangan kultur sosial yang ada dalam masyarakat. Sastra mencatatnya dalam bentuk prosa maupun puisi.
Pernyataan sekarang adalah apakah masyarakat saat ini telah benar-benar vulgar? ketika sastra mencatat kehidupan dengan kevulgaran yang bagi merekan itu merupakan realita. Demikianlah, sastra wangi yang kemudan muncul di dekade angkatan 2000 ini. Sebagaimana internet menjadi revolusi media kedua setelah penemuan mesin cetak Guttenberg dan ketiga setelah kehadiran televisi. Dan saat itulah munculnya sastra cyber yang menjadi kekhasan terkait dengan keberadaan teknologi media.
A. Sastra Wangi
Tercatat penulis-penulis perempuan banyak yang menumbar tentang seksualitas yang bagi Taufiq ismail sudah kelewat batas. Mencermati nama-nama pengarang yang terlibat di dalamnya,kita tahu dari karya-karya Djenar Mahesa Ayu lewat kumpulan cerpennya Jangan main-main dengan kelaminmu dan novelnya Nayla, Ayu Utami lewat Saman dan larungnya yang belakangan dari karya tersebut ia mendapat penghargaan dan sejumlah nama lainnya seperti Dinar Rahayu dalam novelnya Ode untuk Leopold von Sacher Masoch, Ana maryam dalam novelnya Swastika,Rtih Kumala dalam novelnya Tabularasa dan Maya Wulan dalam novelnya Swastika. Karya-karya tersebut terkesan mengumbar persoaalan seks dari segala sudut pandang dan alasan yang membuntutinya. Sejarah pun menggambarkan, kesusastraan yang memancing caci-puji dari wilayah kesusastraan dalam menjelmakan peristiwa kemasyarakatan yang berbuntut pencekalan, penyensoran dan pemberangusan.
Sejarah menawarkan bahwa kesusastaran yang mengusung seks(ualitas) mengandung eksperimen dalam konteks kesusastaran dan kemasyarakatan. Reaksi-reaksi itu menjadi bukti bahwa seks(ualitas) maish tabu dikalangan sastra dan masyarakat moderen. Padahal peristiwa intim antartubuh tampil rileks dan polos dalam kesusastaran Jawa tradisional tanpa penolakan dari masyarakatnya dan dijunjung sebagai karya adiluhung (Gatoloco dan Centini, misalnya). Alasan filosofis tak ampuh didakwahkan untuk menginsafkan khalayak yang menuding karya sastra sebagai pornografi dan juga musykil menuntut karya sastra dipandang melulu melalui kaca mata estetika. Alasan alasan itu merupakan cita-cita, idealisme, atau tekad kreativitas kesusastraan. Tabiat kreativitas kerap menolak kemapanan nilai demi kebaruan yang radikal,
sedangkan masyarakat meneguhi tradisi, ajaran, dan tata nilai soal moral-kata selamaberabad-abad. Akibatnya komunikasi kesusastraan yang mengusung seks(ualitas) berubah menjadi konfrontasi. Kesusastraan yang mengusung seks (ualitas) kerap dipandang sebagai pembrontakan terhadap kemapanan dalam kesusastraan dan kemasyarakatan. Pemberontakan itu merupakan isyarat aspiratif kesusastraan yang tak ingin absen mengucapkan kenyataan seks(ualitas)
Walau tahu dihadang ancaman tabu, cita-cita kesusastraan tak mundur atau takluk, sebab ekspresi seks(ualitas) merupakan unsur kehidupan yang penting, mendasar, dan berharga sebagaimana politik ataupun agama. Sementara itu kesusastraan dipahami awam sebagai medium penggali keluhuran, penebar nilai kearifan kolektif. Kesusastraan diharapkan memenuhi kebutuhan manusia pada kebaikan dan kebenaran. Sedangkan kesusastraan modern cenderung menjadi medan eksperimen seni dan cara memandang kenyataan, bukan pelanggeng keyakinan estetis atau pandangan tertentu. Kesusastraan modern tidak hanya menggambarkan kanyataan yang indah dan arif, tapi juga kenyataan yang najis dan bejad. Akibatnya kesusastraan modern kerap dicap sebagai oposisi atau alternatif bagi kemapanan tradisi, nilai, dan pandangan masyarakat maupun aliran kesusastraan tertentu.
Munculnya sastra yang berbau seks ini menuai berbagai pro dan kontra, khususnya dari kalangan sastrawan. Saut Sitomurang dan Wowok Hestiawan lewat jurnal Boemi Poetranya jelas menentang sastra yang berbau seks tersebut. Terlebih lagi, sastra seperti ini didukung sepenuhnya oleh TUK (Teater Utan Kayu) yang sekarang berubah nama menjadi KUK (Komunitas Utan Kayu) yang menurut keyakinan mereka merupakan antek imprealis atau sekutu Amerika. Sastra seperti itu, tidak lain akan merusak moral negeri ini. Menepik semua itu, sebetulnya dalam dekade angkatan 2000 ini. khususnya pengarang perempuan tidak semuanya Pro terhadap sastra yang berbau seks tersebut. Invasi tersebut segera dihadang oleh pengarang-pengarang FLP (Forum Lingkar Pena) khususnya oleh adik-kakak yang ayu dan suka memakai jilbab itu, Asma Nadia dan Helvy Tiana Rosa. Lewat karya-karyanya, nuansa religius dibangun sedemikian rupa sederhana dan terkesan sebagai novel sastra pop. Hal ini berhasil, setidaknya konsumen karya-karya tersebut ikut booming seiring dengan novel teenlit yang juga laris di pasaran.
Selain unsur religuisitas yang berkembang, sastra lokal juga sebetulnya ikut mencuat, hanya saja seakan tertutup dengan kehebohan sastra berbau seks tersebut. Karya-karya Wa Ode Wulan Ratna dalam cerpennya La Runduma bercerita tentang kontradiksi budaya dengan jaman modern. Pengarang lain, Oka Rusmini dalam Tarian Bumi dan Kenanga, Abidah el Khalieqy dalam Geni Jora. Keduanya membahas tentang kultur budaya lokal masing-masing. Oka di Bali dan Abidah di Jawa.
B. Sastra Cyber
Sastra cyber merupakan suatu revolusi. Sebagaimana internet menjadi revolusi media kedua setelah penemuan mesin cetak Guttenberg dan ketiga setelah kehadiran televisi. Sebelum munculnya sastra cyber, dunia sastra Indonesia sendiri telah memiliki beberapa kekhasan yang terkait dengan keberadaan teknologi media. Antara lain sastra majalah, sastra koran, dan sebagainya. Ketika biaya publikasi semakin mahal,begitu juga dengan keberadaan sastra koran/majalah dirasa telah membangun hegemoninya sendiri, internet pun datang. Komunitas-komunitas sastra maya mulai muncul. Memanfaatkan teknologi seperti mailing list (milis), situs, forum diskusi, dan kini juga blog, internet menawarkan iklim kebebasan, tanpa sensor. Semua orang boleh memajang karyanya, dan semua boleh mengapresiasinya.
Ironisnya, tantangan di Indonesia justru muncul dari dunia sastra sendiri. Sastra cyber, dengan sifatnya yang bebas itu pernah dituding (baca: dianggap) oleh beberapa pihak sebagai sekadar ajang main-main sehingga karya-karyanya pastilah tak bermutu. Meski demikian,seiring berjalannya waktu, saat ini eksistensi karya sastrawan cyberpun sudah mulai makin diakui, terutama oleh masyarakat, walau untuk apresiasi mungkin masih dipandang sebelah mata oleh sebagian kelompok mapan tersebut. Penggunaan istilah sastra cyber sendiri sudahlah jelas dan gamblang menyatakan jenis medium yang dipakai: medium cyber, persis sama halnya dengan istilah sastra koran, sastra majalah, sastra buku, sastra fotokopian/stensilan, sastra radio, sastra dinding, dan sebagainya.
Jadi semua tulisan sastra yang dipublikasikan melalui medium cyber bolehlah disebut sastra cyber.Pertanyaan berikutnya yang sering mengekori penggunaan istilah sastra cyber adalah masalah estetika atau "nuansa estetika" yang menurut pengamat sastra tidak seperti sastra koran dan sastra majalah yang "memiliki nuansa estetika yang esensial dan bisa diukur". Tidak jelas juga nuansa estetika yang bagaimana yang dimaksud itu.Adakah sebenarnya sastra koran dan majalah memang mengusung gagasan sebuah nuansa estetika yang esensial dan bisa diukur, yang orisina. Benarkah dunia cyber itu eksklusif dalam artian menutup pintu rapat-rapat bagi "orang luar" untuk masuk? Masuklah ke dunia cyber, jangan hanya mengintip, maka anda akan tahu betapa inklusifnya dunia cyber itu. Bandingkan saja dengan komunitas-komunitas sastra di "darat" atau "eksklusivitas" prestise sebuah halaman budaya di suatu koran misalnya. Egalitarian, kebebasan individu, demokrasi yang ditawarkan medium cyber serta kelapangannya dalam mengakomodasi segala jenis manusia dan ragam karya di dalamnya tanpa adanya pintu-pintu terkunci jelas tak bisa dikatakan eksklusif, justru sebaliknya.
Idiologi Feminisme dalam Sastra Angkatan 2000
Apabila dibandingkan dengan angkatan 1970, maka apa yang dilakukan oleh pengarang perempuan angkatan 2000 telah mengalami lompatan yang cukup jauh. Meskipun masih menyuarakan ketertindasan isu-isu ketertindasan perempuan, dalam Angkatan 2000 umumnya pesan ideologi feminisme yang disampaikan tidak sampai menceramahi dan terkesan memarahi pembaca. Terkadang hanya isyarat tubuh dan tanpa banyak kata seorang tokoh perempuan dapat dengan mudahnya mengalahkan laki-laki dari berbagai bidang tidak terkecuali dalam hubungan seksual seperti yang berkembang pada karya sastra sekarang yakni ditahun 2000-an. Di masa sekarang, khususnya setelah terjadi reformasi pada media 1998, karya-karya pengarang perempuan juga lebih berani dan terbuka dalam bersikap.
Perihal seksualitas yang selalu diungkapkan dalam banyak kara sastra pengarang perempuan Angkatan 2000 menjadi perdebatan hangat dikalangan sastrawan, kritikus, dan pembaca sastra pada umunya. Ada yang memaklumi karena hal tersebut bagian dari kehidupan yang banyak terjadi dalam kehidupan nyata dan tidak perlu ditutup-tutupi. Sebagian lain kurang menyetujui karena dianggap karya-karya yang fulgar dengan mengatasnamakan seni. Ayu Utami dan Djenar Maesa Ayu, misalnya. Mereka contoh para pengarang perempuan dari angkatan 2000 yang selalu merepresentasikan kehidupan seksulitas tokoh-tokohnya. Permasalahan kehidupan sosial, politik, dan budaya sepertinya juga ingin dikemukakan juga. Pengarang yang juga termasuk dalam sastrawan 2000 ini sangat menjaga jarak dengan tema-tema seputar aktivitas seksualita.
Seiring dengan arus globalisasi dunia disamping pendidikan pengarang perenpuan masa kini yang semakin tinggi membuat para pengarang perempuan tersebut semakin maju pola pikirnya. Tentu saja hal tersebut turut memengaruhi cara mereka menyuarakan isu-isu ketertindasan perempuan. Karya-karya mereka menurut banyak kalangan pemerhati sastra, dirasakan telah berhasil mendobrak keterkungkungan perempuan dan nilai-nilai patriarkis melalui ekspresi dan gaya bahasa yang digunakan. Mengenai penggambaran seksualitas yang demikian terbuka, mengindikasikan kekuasaan yang ingin ditampilkan oleh para pengarang perempuan tersebut. Hal tersebut juga bisa dilihat dari kehidupan nyata. Sangat banyak kaum laki-laki takluk dan tidak berdaya menahan godaan dari kaum perempuan. Meski mendapatkan banyak kritikan dari pengamatan sastra karena banyak mendiskripsikan aktivitas seksualitas, tidak membuat para feminis risih karena mereka beranggapan bahwa hal tersebut sebenarnya merupakan simbol kedigdayaan perempuan.
Hal yang menyebabkan pergeseran ideologi feminisme antara angkatan tersebut di antaranya karena perjuagan kaum perempuan masa kini yang ingin benar-benar dihargai sebagai perempuan dan tidak ingin dijadikan makhluk kelas dua yang terpinggirkan. Mereka memiliki kemampuan untuk mandiri meski terkadang tanpa dukungan dari laki-laki.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2000
Ahmad Fuadi
Andrea Hirata
Ayu Utami
Cucuk Espe
Dewi Lestari
Habiburrahman El Shirazy
Herlinatiens
Raudal Tanjung Banua
Seno Gumira Ajidarma
- Negeri 5 Menara (2009)
- Ranah 3 Warna (2011)
- Rantau 1 Muara (2013)
Andrea Hirata
- Laskar Pelangi (2005)
- Sang Pemimpi (2006)
- Edensor (2007)
- Maryamah Karpov (2008)
- Padang Bulan dan Cinta Dalam Gelas (2010)
Ayu Utami
- Saman (1998)
- Larung (2001)
Cucuk Espe
- Para Pejabat (1995)
- Monolog Sang Penari (1997)
- Bukan Mimpi Buruk (1998)
- Mengejar Kereta Mimpi (2001)
- Rembulan Retak (2003)
- Juliet dan Juliet (2004)
- 13 Pagi (2010)
- Trilogi monolog JENDERAL MARKUS (2010)
- INONG dongeng rumah jalang (2011)
- Wisma Presiden (2012)
- Ganasrev (2013)
- Puisinolog; MANIVESTO ORGIL, (2014)
- Revolusi Senyap (2014)
- 3 Repertoar Cucuk Espe (2015)
Dewi Lestari
- Supernova 1: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh (2001)
- Supernova 2: Akar (2002)
- Supernova 3: Petir (2004)
- Supernova 4: Partikel (2012)
Habiburrahman El Shirazy
- Ayat-Ayat Cinta (2004)
- Di atas Sajadah Cinta (2004)
- Ketika Cinta Berbuah Surga (2005)
- Pudarnya Pesona Cleopatra (2005)
- Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007)
- Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007)
- Dalam Mihrab Cinta (2007)
Herlinatiens
- Garis Tepi Seorang Lesb!an (2003)
- Dejavu, Sayap yang Pecah (2004)
- Jilbab Britney Spears (2004)
- Sajak Cinta Yang Pertama (2005)
- Malam Untuk Soe Hok Gie (2005)
- Rebonding (2005)
- Broken Heart, Psikopop Teen Guide (2005)
- Koella, Bersamamu dan Terluka (2006)
- Sebuah Cinta yang Menangis (2006)
Raudal Tanjung Banua
- Pulau Cinta di Peta Buta (2003)
- Ziarah bagi yang Hidup (2004)
- Parang Tak Berulu (2005)
- Gugusan Mata Ibu (2005)
Seno Gumira Ajidarma
- Atas Nama Malam
- Sepotong Senja untuk Pacarku
- Biola Tak Berdawai
Referensi
http://alifaozi.blogspot.com/2011/04/artikel-sastra-pasca-reformasi.html
http://artikel_detail-78440-task%20-PERIODE%20ANGKATAN%202000.html
http://blogriyanto.blogspot.com/2010/06/karakteritik-satra-reformasi.html
http://Makalah%20sejarah%20sastra%20%28sastra%20pascareformasi%29%20_%20Sutimbang%20Ngawan.htm
http://nama-kelompok-angkatan-2000-1.html
http://periode-angkatan-2000-1990-2000.html
https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.com/2017/05/sastrawan-indonesia-angkatan-2000-an.html
Post a Comment